Cermin : Melupakan Perempuan
“Aku seringkali membanggakan daya ingatku yang
tajam. Itu adalah sesuatu yang hebat. Nilai-nilaku dulu di sekolah bagus antara
lain karena ketajamanku dalam urusan ingat-mengingat,” kata Jun.
Aku kurang tertarik untuk memperhatikannya.
Setiap saat ia hampir selalu memiliki bahan pembicaraan yang, membosankan.
“Aku pelupa,” sahutku, sekedar agar aku
terlihat menanggapi, “terkadang aku
setengah mati mencari sesuatu seperti, pensil yang bahkan sedang kupegang. Daya
ingatku payah. Dulu aku hampir selalu lupa mengerjakan PR, makanya masa
sekolahku tak begitu menarik untuk diingat.”
“Sekarang ini aku selalu berpikir, alangkah
senangnya menjadi seseorang yang pelupa sepertimu,” ungkap Jun. Kali ini aku
sedikit terusik. Dia sedang akan meledekku.
“Hmmm?”
“Ya, menjadi seseorang yang memiliki ingatan
tajam itu menyakitkan.”
“Kenapa?”
“Semuanya ada dalam ingatanku, termasuk
perempuan yang pergi meninggalkanku, untuk menikah dengan pria lain.”
Aku ingin tertawa sekeras-kerasnya. Tapi aku
mengurungkannya, walaupun mungkin aku pantas, karena ia sering mengolok daya
ingatanku yang payah.
“Maksudmu, dengan daya ingat yang lemah, kau
akan dengan mudah melupakan perempuan yang meninggalkanmu itu?” aku bertanya.
“Ya, tentu dengan daya ingat lemah, aku bisa
lupa dengan sendirinya, dan tak perlu merasakan sakitnya ditinggal pergi karena
terus teringat.”
“Begini, ada seseorang yang bisa membantumu
melupakan perempuan itu, kau bisa minta tolong pada dia,” ujarku.
“Siapa?”
“Seorang perempuan yang lain. Dekati seorang
perempuan lain, jadikan dia kekasihmu. Kalau kau berhasil, dia akan membantumu
melupakan perempuan yang meninggalkanmu itu tanpa perlu kau kehilangan daya
ingatmu yang tajam.”
Jun memandangku.
“Perempuan lain, bukan aku. Aku laki-laki!”
sahutku sambil meninggalkannya.
0 komentar:
Posting Komentar