Asal Cuap : Konspirasi

"Semua ini adalah hasil konspirasi," kata Ken.

"Semua ini apa?" aku bertanya.

"Pandemi ini, virus..."

"Ssst!" kuberi isyarat padanya untuk tak meneruskan. Aku mulai bosan dengan pembicaraan mengenai hal itu. Jelas bahwa dunia sedang melewati sebuah waktu yang aneh dan menyeramkan. Dunia pernah tenggelam dalam perang, wabah, bencana, dan kini wabah lagi. 

Jelas pula bahwa manusia menjadi salah satu penyebab mengapa alam ini seperti memaksa untuk menata keseimbangannya lagi. Siklus terkadang berjalan lambat atau suatu ketika terlalu cepat karena kau gemar mencuri mata rantai penting keseimbangan dan ekosistem, sampai terkadang kawanan gajah perlu datang sendiri ke rumahmu untuk menuntut jatah makannya, atau hujan tiba-tiba datang di bulan Juli.

"Semua ini memang datang tiba-tiba," aku berkata.

"Semua ini sudah direncanakan!" Ken memotong. Ia sepertinya yakin sekali, seperti seseorang yang menangkap basah pencuri.

"Oleh siapa?"

"Oleh siapa? Siapa lagi kalau bukan..."

"Sudahlah..."

"Kau tak percaya?"

"Kalaupun benar, lantas apa yang bisa kau lakukan? Mendatanginya, memakinya, atau apa?"

"Semua kanal penting membahasnya, banyak tokoh membicarakannya."

"Menurutku, yang paling masuk akal saat ini adalah kau dan aku fokus pada apa yang bisa membuatmu bertahan hidup, tak peduli wabah ini datang sendiri atau karena konspirasi seperti katamu."

Betapa hebatnya jika satu, atau beberapa orang di dunia ini bisa memegang kendali kehidupan seperti kau memegang remot tivi dan orang-orang di sekitarmu terpaksa menonton acara yang kau suka tanpa bisa berbuat apa-apa. 

Hal seperti itu mungkin saja. Tapi alam ini lebih sederhana mengelola dunia. Manusia boleh perkasa dan menguasai segalanya, tapi manusia menua dan lalu mati. Orang lain boleh memiliki pandangan hidup yang sama dan malanjutkan ambisinya, tapi setiap manusia berbeda satu dan lainnya. Segala sesuatu tak pernah sama.

Pandemi ini membuat penduduk bumi saling tuding karena sebagai manusia, kita tak mau merasa bersalah atas semua kekacauan yang kita buat sendiri. Di lain waktu kita tiba-tiba merasa sok paling bersalah atas semua kekacauan di bumi. Alam juga memiliki kenakalannya sendiri, ia mengambil keuntungan dengan cara memberi hukuman sekaligus membalas dendam. 

Keseimbangan itu membuat kehidupan menjadi hidup, seperti fragmen yang masuk akal, ada drama, tapi selaras dengan realita. Tapi cara dan saat keseimbangan itu dibuatlah yang selalu menyisakan banyak tawa atau air mata. Mula-mula kau habiskan pohon di bukit di belakang rumahmu, lalu kau isi rumahmu dengan semua tawa lebar, lalu ketika hujan datang alam menghukummu dengan air yang menghanyutkan rumahmu. Kau tak akan pernah tahu, alam menghukummu, atau membalas dendam padamu. 

Semua ini kembali tentang rasa hormat. Ini bisa membuat seseorang menjadi malaikat penolongmu, atau iblis yang menghancurkanmu. Terkadang seseorang membalas dengan lebih kejam atas sebuah kekecewaan. Begitu juga dengan alam yang tak mendapat rasa hormatmu. Ia bukan saja menghukum kita dengan pandemi, tapi juga membalas dendam dengan membuat kita saling tuding tanpa solusi.

0 komentar:

Posting Komentar